hallobanua.com, BANJARMASIN - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Banjarmasin, Muhammad Ramadhan, menyoroti kasus kekerasan seksual terhadap anak di Banjarmasin yang kian memprihatinkan.
Ia menekankan bahwa kasus-kasus yang terungkap ke publik hanyalah "puncak gunung es" dari permasalahan yang jauh lebih besar.
Ramadhan menyatakan keprihatinannya terhadap kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak kandung di Banjarmasin.
"Ini bukan hanya tragedi keluarga, tapi juga tragedi kemanusiaan," ujarnya Kamis (26/06/2025)
Ia menambahkan bahwa luka yang ditimbulkan tidak hanya fisik, tetapi juga merusak kepercayaan, rasa aman, dan perkembangan jiwa anak dalam jangka panjang.
Ia menegaskan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah fenomena gunung es. Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) KemenPPPA menunjukkan, Tahun 2018 tercatat 21.605 kasus kekerasan terhadap anak, dengan kekerasan seksual sebagai jenis tertinggi.
"Sebagian besar pelaku adalah orang yang dikenal korban," tuturnya.
Kemudian tahun 2021, tercatat 14.517 kasus kekerasan terhadap anak, dengan kekerasan seksual masih mendominasi (63 persen pelaku adalah orang terdekat korban).
Ramadhan mengkhawatirkan tingginya kasus yang tidak dilaporkan karena rasa takut, tekanan keluarga, rasa malu, atau ketidaktahuan korban.
"Kasus yang muncul ini seharusnya menjadi panggilan serius bagi kita semua untuk bergerak, bukan hanya bersimpati, tapi benar-benar melindungi masa depan anak-anak Indonesia," tegasnya.
Sementara itu, DPPPA Banjarmasin mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan seksual pada anak.
Pada tahun 2023, terdapat 31 kasus (2 anak laki-laki, 29 anak perempuan). Angka ini sedikit meningkat pada tahun 2024 dengan 32 kasus (1 anak laki-laki, 31 anak perempuan). Hingga Mei 2025, sudah tercatat 18 kasus (10 anak laki-laki, 8 anak perempuan).
Ramadhan juga memaparkan indikator atau tanda-tanda kekerasan seksual pada anak yang harus dikenali oleh lingkungan sekitar. Seperti perubahan perilaku drastis.
Kemudian yakni gangguan emosional. Anak sering menangis tanpa alasan, mengalami kecemasan atau mimpi buruk berulang, menunjukkan tanda depresi, rendah diri, atau rasa bersalah berlebihan.
Selanjutnya yakni perilaku seksual tidak sesuai usia.
Tak hanya itu, keluhan fisik juga menjadi salah satu tanda. Anak mengeluh sakit di area genital atau perut bagian bawah, memiliki luka atau memar tanpa penjelasan di area tubuh tertentu, serta menghindari mandi, ganti baju, atau pemeriksaan kesehatan.
Terakhir yakni penurunan prestasi atau masalah di sekolah.
"Ketika kita melihat satu atau beberapa tanda ini, jangan abaikan atau menganggapnya remeh. Segera lakukan pendekatan yang aman, penuh empati, dan jika perlu, laporkan kepada pihak berwenang atau lembaga perlindungan anak," imbaunya.
DPPPA melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Banjarmasin memiliki prosedur cepat dalam merespons laporan kekerasan seksual terhadap anak.
"Langkah pertama dan utama adalah menjamin keselamatan dan pemulihan awal korban, lalu diikuti dengan tindakan pendampingan hukum, psikologis, dan sosial yang terintegrasi," jelas Ramadhan.
Saat ini DPPPA Kota Banjarmasin sedang menggodok dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) penting: Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dan Raperda Kota Layak Anak (KLA).
"Regulasi daerah menjadi instrumen penting untuk memastikan bahwa perlindungan terhadap perempuan dan anak tidak hanya slogan, tapi terimplementasi nyata di lapangan," pungkas Ramadhan.
Untuk mempercepat perlindungan, DPPPA juga memperkuat sistem pelaporan cepat. Layanan yang sudah ada di Banjarmasin meliputi Hotline 24 Jam UPTD PPA: 0822-5045-3333 dab Call Center Darurat 112, yang terhubung langsung dengan Pemko Banjarmasin.
"Mari jadikan Kota Banjarmasin sebagai ruang aman bagi anak-anak. Mereka bukan hanya butuh makanan dan sekolah, tapi juga perlindungan, kehangatan, dan keberanian kita semua untuk bertindak saat mereka terancam," tutupnya.
Penulis : rian akhmad
Kota bjm