hallobanua.com, MARTAPURA - Di tengah hamparan rawa dan rumah penduduk di Desa Teluk Selong Ulu, Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar, sebuah mahakarya arsitektur tradisional berdiri megah.
Rumah Bubungan Tinggi, ikon budaya suku Banjar, menjulang kokoh di Jalan Martapura Lama, sekitar 4 kilometer dari Kota Banjarbaru.
Lebih dari sekadar bangunan, rumah ini adalah saksi bisu sejarah, didirikan pada tahun 1811 oleh almarhum H. Muhammad Arif, seorang saudagar kaya pengusaha intan terkemuka pada masanya.
Dengan 13 jendela dan 7 pintu yang dihiasi detail ukiran, rumah adat Banjar ini memancarkan aura kemewahan dan kehormatan masa lalu.
Bentuknya yang agung seringkali disamakan dengan istana para Raja Banjar yang pernah bertahta di kawasan Keraton Martapura.
Keyakinan ini diperkuat oleh tata ruang berjenjang dan ornamen khas yang melekat pada bangunan.
Saat ini, kejayaan masa lalu itu dirawat dengan penuh kasih oleh keturunan H. Muhammad Arif, yaitu buyutnya, Fauziah. Beliau menjadi penjaga warisan yang tak ternilai ini.
"Rumah ini adalah warisan turun-temurun, peninggalan kakek buyut kami, H. Muhammad Arif," ujar Fauziah saat ditemui di kediamannya, Selasa (14/10/2025).
"Kami ini generasi ke empat yang menjaga rumah ini. Karena setiap sudut bangunan ini bukan hanya rumah, tapi juga bagian dari sejarah Banjar," sambung perempuan 69 tahun itu.
Ia bercerita, ruang demi ruang dalam rumah yang dominan menggunakan kayu ulin, ini sarat makna dan filosofi.
Perjalanan dimulai dari Pelataran (teras) yang dibangun vertikal, kemudian naik ke Serambi, ruang depan sebelum memasuki pintu utama.
Selanjutnya, tamu akan disambut oleh tangga kecil menuju Penampik Kecil, dan berlanjut ke Penampik Menengah yang merupakan ruang tengah. Di sinilah Fauziah sering menerima tamu.
"Di Penampik Menengah ini, kami menaruh beberapa foto datuk nenek dan penghargaan. Ini cara kami menghormati leluhur," jelasnya.
Sebuah batas yang artistik, Tawing Halat, memisahkan ruang tamu dengan area pribadi. Batas berupa dinding pembatas ini dihiasi ukiran sulur-suluran dan dedaunan, dicat warna hijau dan emas dengan latar putih, diselingi ornamen kaligrafi Arab.
Keindahan ini menunjukkan perpaduan budaya dan kepercayaan yang kental dalam arsitektur Banjar.
Puncak dari hierarki ruang adalah Anjung, bagian dengan lantai tertinggi, yang difungsikan sebagai ruang tidur.
Berlawanan dengan Anjung, untuk menuju Pedapuran (dapur), pengunjung harus menuruni sedikit anak tangga, menyiratkan pemisahan fungsi yang jelas antara area publik, privat, dan servis.
Rumah Bubungan Tinggi di Teluk Selong Ulu tidak hanya menjadi situs cagar budaya dan tujuan wisata edukatif di Kalimantan Selatan, tetapi juga simbol identitas dan kemakmuran suku Banjar di masa lampau.
Melalui perawatan yang dilakukan oleh Fauziah dan keluarganya, peninggalan saudagar intan ini terus bercerita tentang keagungan arsitektur Banjar yang tak lekang oleh waktu.
Penulis : rian akhmad
Kalsel